Lesunya Industri Otomotif di Tengah Ketidakpastian Ekonomi
Dalam beberapa tahun terakhir, industri otomotif Indonesia masih belum mampu menunjukkan pemulihan yang solid. Kinerja sektor ini terus dibayangi oleh ketidakpastian ekonomi, terutama akibat tingginya suku bunga acuan yang berdampak langsung pada kenaikan suku bunga kredit kendaraan. Kondisi ini membuat konsumen semakin menunda keputusan pembelian kendaraan, ditambah dengan tekanan terhadap daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih.
Tahun 2024 menjadi titik terlemah bagi penjualan mobil secara wholesales (dari pabrikan ke dealer), dengan total penjualan anjlok -13,93% YoY menjadi hanya 865.732 unit. Capaian ini jauh dari target awal Gaikindo yang optimistis sebesar 1,1 juta unit. Salah satu faktor pemicunya adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, di mana pertumbuhan PDB Indonesia hanya tercatat 5,03% YoY—masih positif, tetapi di bawah ekspektasi pemerintah sebesar 5,2%.
Bagaimana Prospek di 2025?
Sayangnya, hingga periode Januari–Mei 2025, kondisi belum menunjukkan perbaikan berarti. Penjualan mobil selama lima bulan pertama 2025 masih terkontraksi -5,49% YoY menjadi 316.981 unit. Lemahnya daya beli masih menjadi tantangan utama, tercermin dari pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 yang melambat menjadi 4,87% YoY—terendah sejak 2022.
Meskipun Gaikindo masih menargetkan adanya kenaikan penjualan mobil sebesar +3,96% YoY menjadi 900.000 unit di akhir 2025, pencapaiannya tampak berat. Hingga Mei 2025, realisasi penjualan baru menyentuh 35,22% dari target, memperkuat sinyal bahwa tantangan ekonomi masih akan membayangi sektor otomotif setidaknya dalam jangka pendek.
Sinar Harapan dari Kendaraan Listrik
Di tengah lesunya industri secara keseluruhan, segmen kendaraan listrik (xEV)—yang mencakup hybrid (HEV), plug-in hybrid (PHEV), dan battery electric vehicle (BEV)—menjadi pengecualian menarik. Penjualan kendaraan listrik pada tahun 2024 justru tumbuh pesat, meningkat +44,66% YoY menjadi 103.227 unit, atau sekitar 11,92% dari total penjualan mobil tahun itu.
Pertumbuhan ini tak lepas dari dorongan kuat pemerintah yang menargetkan 2 juta mobil listrik dan 13 juta kendaraan listrik roda dua di jalan raya pada 2030. Namun demikian, penetrasi mobil listrik murni berbasis baterai (BEV) masih tergolong sangat rendah—kurang dari 1% dari total pasar otomotif—menandakan potensi pertumbuhan yang masih sangat besar namun belum tergarap optimal.
SMSM: Tetap Tangguh di Tengah Lesunya Industri Otomotif
Di saat industri otomotif nasional melemah akibat tekanan daya beli dan suku bunga tinggi, PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM) justru menunjukkan ketangguhan.
Pendapatan SMSM pada tahun 2024 masih bertumbuh sebesar +1.19% YoY menjadi IDR 5,165 miliar, didorong oleh pertumbuhan pendapatan dari segmen trading sebesar +6.16% YoY dan berkontribusi sebesar 29.55% dari total pendapatan serta pertumbuhan dari segmen radiator sebesar +23.53% YoY dan berkontribusi sebesar 9.50%. Pertumbuhan kedua segmen ini berhasil meng-offset penurunan pendapatan dari segmen lainnya.
Meskipun pertumbuhan pendapatan pada tahun 2024 dibawah pertumbuhan CAGR SMSM selama 31 tahun sebesar +19% YoY. SMSM masih bisa mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar +8.47% YoY menjadi IDR 1,024 miliar. Ditengah lesunya ekonomi dan industri otomotif, SMSM masih mencatatkan kinerja yang cukup baik, meskipun masih dibawah CAGR laba bersih 31 tahun sebesar +29% YoY.
Pada kuartal-1 2025, SMSM kembali mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar +8.56% YoY menjadi IDR 1,255 miliar dan laba bersih naik sebesar +23.26% YoY menjadi IDR 265 miliar.
Dari sini, ada satu hal menarik yang dapat kita ambil dimana SMSM mampu melakukan efisiensi yang membuat laba bersih SMSM selalu bertumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan.
Apa sih Keunggulan SMSM?
Langganan sekarang di supercuansaham.id untuk akses penuh analisis investasi dari tim Supercuan!